Sunday, June 7, 2015

Verona; Juliette's


Verona nampak merona malam ini. Lampu-lampu di alun-alun kota menyala indah bersinergi dengan bintang-bintang indah dilangit yang cerah. Beruntung sekali Mia datang saat awal musim panas yang indah dan hangat, serta sangat cocok dengan Verona, kota kesukaannya. Awalnya dia berpikir sebaiknya dia datang saat musim semi, tapi dia berubah pikiran ketika melihat Verona begitu merona dibawah sinar matahari saat pertama kali menginjakkan kaki di bandara Villafranca. Semua orang yang pernah ke eropa ia tanyai, dan mereka menjawab kalau Eropa sangat indah di musim semi. Dan awalnya itu membuatnya sedih karena tidak bisa mendapatkan tiket dan libur saat musim semi. Lalu satu jam sebelum dia mengurus visanya, ia berkata pada dirinya sendiri bahwa ini kesempatan sekali seumur hidup. Ia akhirnya tahu, apapun musimnya, sekarang ia di Verona, kotanya.
         Ia sedang duduk disalah satu kafe yang terletak di Piazza Erbe, alun-alun kota, dia duduk diluar di ujung, dan yang paling jauh dari keramaian orang bercakap-cakap dengan bahasa Italia. Ia tidak bisa mengaku kalau dia sedang jetlag, ia meyakinkan dirinya sendiri hanya butuh secangkir kopi dan pemandangan Verona yang menakjubkan untuk menyegarkan mata. Penerbangan dari Jakarta ke Verona sekitar 16 jam 23 menit, tapi itu bukan apa-apa, ia terbiasa tidak tidur semalaman. Jadi, disinilah dia, duduk di kafe kota kesayangannya sambil setengah menguap-setengah tersenyum takjub.
             Ah, semuanya hanya kenaifannya. Sebenarnya dia tidak benar-benar berniat untuk menunggu lama disini, ya dia sedang menunggu. Dia memang cinta pada Verona waktu malam, namun alasan yang dia sebut diatas semua tidak cukup menahan matanya untuk terbuka. Dia sedang terpaksa menunggu seseorang. Apalagi sekarang sudah melebih tengah malam di Verona, dia janji dijemput jam 10, ini sudah lebih dari 2 jam dia menunggu. Dia membayangkan, apakah dia boleh terlelap disini sebentar. Apakah aman kalau dia terlelap sebentar. Tapi, dia rasa tidaklah bijaksana seorang gadis asing tertidur di sebuah kafe di kota yang asing saat lewat tengah malam. Sehingga, dia menghibur dirinya sendiri dengan terus mengatakan bahwa bintang, musim panas, dan Verona sangat cocok.
            Dia sudah mengirim email pada temannya, teman yang bersedia menampungnya di Verona. Ia berkata bahwa ia akan menunggu di sebuah kafe bernama Juliette’s, sebuah nama yang paling gampang diingat dan paling menarik perhatiannya. Ia berkata carilah seorang gadis dengan tas ransel berwarna merah dan kaos berwarna krem, kemudian dia menambahkan kalau seharusnya temannya itu masih ingat dengan wajahnya dan tentunya ia akan sangat mudah dicari karena mungkin hanya dia gadis asia yang ada disana.
            Sekarang dia tidak bisa menelpon temannya karena baterai ponselnya ludes karena digunakan untuk memutar music selama sekitar satu jam setengah non-stop. Mia suka memilih soundtrack untuk sebuah momen, dan dia sering membayangkan duduk-duduk di Piazza Erbe dengan mendengarkan beberapa lagu kesukaannya. Dan sekarang dia menyesal telah mewujudkan bayangannya sekarang.
      Kopinya telah diisi ulang sebanyak 4 kali. Pelayan yang melayaninya hanya bisa sedikit berbahasa Inggris, jadi sejelas mungkin ia mengatakan maksudnya untuk berlama-lama disini. Pelayannya seorang lelaki paruh baya yang punya senyum ramah, kini mendatanginya lagi. Dilihatnya laki-laki itu berjalan mendekat. Mia menegakkan punggungnya, bersiap untuk memberikan penjelasan lagi.
                I am really sorry, I…”
No no no,” lelaki itu memotong kata-katanya. “I think your friend is here. Right there, man with a blue shirt, he said he was looking for a friend. Asian girl, short, big dark eyes, and big red backpack; and ah, he’s heading here.”
Mia memandang laki-laki yang sedang mendekati tempat duduknya. Ia asing dengan laki-laki ini. Laki-laki ini, sudah jelas ia orang asia, tapi ia rasa ia tidak kenal. Tapi, laki-laki itu mencarinya. Ia mengerutkan kening saat melihat laki-laki itu berhenti didepan mejanya. Tersenyum dan mengucapkan beberapa kalimat pada sang pelayan dengan bahasa Itali.
Well, I found you, Mia.” katanya saat berpaling menatap wajah kelelahan Mia.
*
Ia terbangun tak lebih dari pukul 4 di Verona. Ia hanya bisa tidur 2 jam. Jamnya, yang masih diset waktu Jakarta, menunjukkan pukul 9 disana. Jam saat dia sudah harus memanaskan motor bebeknya untuk ke kampus. Jadi dia hanya bisa memandangi sekali lagi Verona yang cantik pada malam hari diatas balkon flat temannya.
Berbicara tentang tadi, temannya, atau mulai sekarang mari kita panggil dia Claire, ternyata tidak bisa menjemputnya. Ia sedang ada pertemuan keluarga mendadak membahas pernikahan kakaknya; dan ia tidak bisa menghubungi Mia karena ponselnya mati, terima kasih untuk ketidakbijaksanaannya.
Sebagai gantinya, Claire mengirim salah satu teman flatnya. Laki-laki asia yang menemukannya di Juliette’s, atau panggil dia Adam, untuk mencarinya di seluruh kafe di Piazza Erbe, bukan suatu yang mudah saat hari sudah gelap walaupun penerangan bulan dan lampu tak hentinya meminjamkan cahayanya.
Adam bilang, ia mencari Mia di The House of Juliette. Ia kira Juliette’s adalah The House of Juliette yang tak jauh dari Piazza Erbe
Di jalan menuju flat Claire di daerah Marcello, sebuah jalan ditepi sungai Fiume, dia terus terkantuk. Sampai-sampai Adam berkata bahwa Mia mungkin butuh tidur seharian. Tapi nyatanya, dia tidak bisa tidur sama sekali saat sampai di flat Claire. Tadi Claire menyambutnya dengan tangis bahagia, entah kenapa, dia berkata takut kalau Mia tersesat dan tak ada orang yang mau membantu Mia dan ia akan sangat bersalah tentang itu. Mia hanya tersenyum dan berkata bahwa ia bukan turis bodoh yang mau berkeliling-liling kota tanpa peta. Claire mengucapkan terima kasih pada Adam, berjanji mentraktirnya Risoto di restaurant favorit mereka.
Flat Claire berada di lorong-lorong sempit Verona. Claire bercerita bahwa sangat sulit mencari flat yang murah disini, dan dia sangat beruntung mendapat flat dengan sang pemilik yang ramah yang suka sekali berbagi roti buatannya. Tepat dibawah flat sewaan Claire, sang pemilik flat membuka sebuah toko roti kecil bernama Pane. Mia membayangkan betapa harum roti dari toko itu menyebar di sepanjang lorong.
Lorong-lorong sempit di Verona diapit oleh bangunan-bangunan yang dibangun dengan batu bata tua yang masih kokoh sampai sekarang, mereka memiliiki kekuata yang magis untuk Mia. Dinding-dinding bangunan ini memberikan kesan eropa lama, eropa pada zaman kejayaannya, eropa dengan Shakespeare dan Ovid-nya. Dan sekarang ia memandanginya dengan takjub. Lampu-lampu jingga berpendar disepanjang jalan, menerangi pojok jalan, menambah kesan magis. Di ujung jalan ia meihat seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa, ponsel menempel ditelinganya. Saat laki-laki itu berjala tepat dibawah balkonnya, laki-laki itu mendongak, Mia melempar senyum namun tak dibalas dan ia berlalu dengan cepat hingga berbelok ke ujung jalan lain.
Sekarang Claire masih tertidur di kamarnya dan ia tidak punya hal lain untuk dilakukan. Ia memutuskan untuk menunggu cahaya pertama untuk keluar menelusuri jalan.