Thursday, March 21, 2013

Udara Baru



Kehilangan seorang sahabat itu seperti menghirup udara yang berbeda dari sebelumnya. Apalagi sahabat yang setiap hari menemanimu melangkah, bahkan menuju toilet sekalipun. Tidak kita sadari, kehadiran sahabat juga merupakan titik dimana kita harus bisa menata diri dan perasaan. Sahabatlah yang ada ketika kamu butuh teman berbicara dan teman untuk dipukul ketika sedih.
Setiap hari kita menghirup udara yang sama. Sudah terasa akrab dan hangat. Terasa seperti rumah. Karena seorang sahabatlah kita bisa berbagi dunia kecil kita, dunia singkat kita, dan membaginya, meskipun itu susah dan senang.
Kita tidak pernah mengatakan sahabat satu sama lain. Tapi, secara otomatis dalam diri kita, terutama diriku, sudah terikat dengan memori tentang kita. Meskipun saat disinggung masalah sahabat, kita akn kikuk. Kita masih malu untuk mengatakan sahabat pada satu sama lain. Membohongi hati.
Aku kira kita bisa duduk sebangku untuk tiga tahun ini. Ujian nasional bersama, menyontek bersama, bercanda, dan merahan. Serta lulus bersama.
Pada dasarnya aku hanya takut. Jika tidak ada kamu, aku bagaikan cangkang kosong. Tidak ada yang mampu menopong diriku, bahkan diriku sendiri. Kamu yang selalu menguatkanku. Memintaku untuk maju dan terus berbaur.
Banyak hal yang aku sadari telah banyak menyakitimu, bahkan aku belum mengucapkan maaf sama sekali. Banyak hal yang belum kita lakukan bersama. Banyak hal yang aku sesali kini. Banyak sekali.
Waktu terkadang sangat lancang. Membiarkan kita berpisah tanpa peringatan, tanpa aba-aba. Namun aku bersyukur, terakhir kali kita bercakap, aku mampu memberikan sedikit rahasia besarku padamu. Karena aku memang sangat ingin berbagi denganmu. Sangat ingin.
Bahkan film-film yang rencananya aku ingin bagi denganmu, masih teronggok rapi difolder laptop jelekku. Banyak cerita yang sebenarnya aku pendam untuk kubagi denganmu ketika aku siap. Namun, seperti yang aku torehkan tadi, waktu hanya memberikan sedikit kesempatan bagi kita.
Kini, kamu tahu, aku selalu berangkat pagi, menunggu siapa pun yang mau duduk disampingku, menggantikanmu. Terkadang aku sedikit sedih, hari terakhir aku melihatmu, kita tidak sebangku. Aku sangat sedih, ketika bel berbunyi kamu tak kunjung memasuki pintu dan nyengir kuda terhadapku. Aku sangat sedih ketika semua guru mengira ada yang tidak masuk karena bangku tersisa satu. Aku selalu berusaha menempatkan dirimu dibangku itu dengan imajinasiku. Apa aku sanggup bertahan di kelas tiga tanpa teman sepertimu?
Aku sebenarnya orang yang terbuka. Hanya saja orang mungkin berpikiran aku ini aneh. Tidak banyak orang yang bisa ‘klik’ denganku. Tentunya kamu tahu. karena kamu mengerti diriku. Aku bukan orang yang suka berteman dengan orang banyak. Mungkin aku hanya butuh satu teman saja yang mampu selalu hadir saat aku butuh. Satu saja, cukup untuk meyakinkanku kalau masih ada orang yang peduli padaku.
Jujur aku benar-benar takut. Aku takut jatuh dan susah bangkit. Aku hanya gadis biasa yang terbiasa duduk sendiri sekarang, ditemani lagu dan novel pinjaman. Terkadang tersenyum sedih mengingat bangku kosong tepat didepanku. Kemudian tersenyum karena lelucon teman sekelas yang terdengar absurd. Sumpah, ketika saat-saat seperti itu, barulah aku merasa kamulah udara lama yang lama-kelamaan habis sehingga harus kusimpan baik-baik, agar tidak cepat habis.

Jarak yang memisahkan kita? Oke?

No comments :

Post a Comment